PAKSI PAK SEKALA BEKHAK
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Skala Brak merupakan cikal bakal orang Lampung, berita ini bukanlah cerita dongeng kesombongan yang selanjutnya menjadi seperti banyak kerajaan yang dipaksa ada namun memiliki bukti – bukti sejarah, diantaranya :
1. Prasasti Batu Bertulis Bunu Tenuar tahun saka 966 (1044 M) di Hara Kuning desa hanakau sekarang.
Foto LITBANG IKPM Lam-Bar Yogyakarta
2. Prasasti yang terbuat dari tembaga kuningan Abad 17.M berasal dari Kerajaan Sultan Banten( Sultan Muhasin Riwayat Syah ) ditujukan kepada Sultan Buay Nyerupa, berisi tanda persaudaraan, dan hasil bumi.
Foto LITBANG IKPM Lam-Bar Yogyakarta
3. Tambo-tambo Paksi tebuat dari kulit kayu bertuliskan hurup arab/melayu kuno dan hurup had Lampung asli, berisi silsilah keturunan, sejarah serta batas - batas wilayah.
Foto LITBANG IKPM Lam-Bar Yogyakarta
Selain beberapa bukti diatas yang masih banyak lagi bukti lainya, kebesaran nama skala brak bukan hanya dilihat dari cerita / warahan turun temurun masyrakat Lampung yang masih ingat dengan darimana keturunannya berasal, juga keeksistensianya baik berupa tradisi kerajaan maupun seni budaya (tari, music, sastra lisan dll) pun dapat menjadikan alur pemikiran kita yang mengetahuinya akan terbuka bahwa budaya kerajaan skala brak begitu besar, luhur, indah, tertata dan beretika.
Dalam buku The History of Sumatra karya The Secretary to the President and the Council of Port Marlborough Bengkulu William Marsdn 1779, diketahui asal-usul Penduduk Asli Lampung. Didalam bukunya William Marsdn mengungkapkan "If you ask the Lampoon people of these part, where originally comme from they answere, from the hills, and point out an island place near the great lake whence, the oey, their forefather emigrated…". "Apabila tuan-tuan menanyakan kepada Masyarakat Lampung tentang dari mana mereka berasal, mereka akan menjawab dari dataran tinggi dan menunjuk ke arah Gunung yang tinggi dan sebuah Danau yang luas.."
Dari tulisan ini bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud danau tersebut ialah Danau Ranau. Sedangkan Gunung yang berada dekat Danau adalah Gunung Pesagi, Sebagaimana juga ditulis Zawawi Kamil (Menggali Babad & Sedjarah Lampung) disebutkan dalam sajak dialek Komering/Minanga: "Adat lembaga sai ti pakaisa buasal jak Belasa Kapampang, Sajaman rik tanoh pagaruyung pemerintah bunda kandung, Cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala Berak, Sangon kok turun temurun jak ninik puyang paija, Cambai urai ti usung dilom adat pusako" Terjemahannya berarti "Adat Lembaga yang digunakan ini berasal dari Belasa Kepampang (Nangka Bercabang, Sezaman dengan ranah pagaruyung pemerintah bundo kandung, Naik di Gunung Pesagi turun di Sekala Berak, Memang sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu, Sirih pinang dibawa di dalam adat pusaka, Kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak berbangsa".
Dalam catatan Kitab Tiongkok kuno yang disalin oleh Groenevelt kedalam bahasa Inggris bahwa antara tahun 454 dan 464 Masehi disebutkan kisah sebuah Kerajaan Kendali yang terletak diantara pulau Jawa dan Kamboja. Prof. Wang Gungwu dalam majalah ilmiah Journal of Malayan Branch of the Royal Asiatic Society dengan lebih spesifik menyebutkan bahwa pada tahun tahun 441, 455, 502, 518, 520, 560 dan 563 yang mulia Sapanalanlinda dari Negeri Kendali mengirimkan utusannya ke Negeri Cina. Menurut L.C. Westenenk nama Kendali ini dapat kita hubungkan dengan Kenali Ibukota Kecamatan Belalau sekarang. Nama Sapalananlinda itu menurut kupasan dari beberapa ahli sejarah, dikarenakan berhubung lidah bangsa Tiongkok tidak fasih melafaskan kata Sribaginda, ini berarti Sapanalanlinda bukanlah suatu nama.
Hal diatas membuktikan bahwa pada abad ke 3 telah berdiri Kerajaan Sekala brak Kuno yang belum diketahui secara pasti kapan mulai berdirinya. Kerajaan Sekala brak ini dihuni oleh Buay Tumi dengan Ibu Negeri Kenali dan Agama resminya adalah Hindu Bairawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya Batu Kepampang di Kenali yang fungsinya adalah sebagai alat untuk mengeksekusi Pemuda dan Pemudi yang tampan dan cantik sebagai tumbal dan persembahan untuk para Dewa.
Kerajaan Sekala brak menjalin kerjasama perdagangan antar pulau dengan Kerajaan Kerajaan lain di Nusantara dan bahkan dengan India dan Negeri Cina. Prof. Olivier W. Wolters dari Universitas Cornell, dalam bukunya Early Indonesian Commerce, Cornell University Press, Ithaca, New York, 1967, hal. 160, mengatakan bahwa ada dua kerajaan di Asia Tenggara yang mengembangkan perdagangan dengan Cina pada abad 5 dan 6 yaitu Kendali di Andalas dan Ho-lo-tan di Jawa. Dalam catatan Dinasti Liang (502-556) disebutkan tentang letak Kerajaan Sekala brak yang ada di Selatan Andalas dan menghadap kearah Samudra India, Adat Istiadatnya sama dengan Bangsa Kamboja dan Siam, Negeri ini menghasilkan pakaian yang berbunga, kapas, pinang, kapur barus dan damar.
Dari Prasasti Hujung Langit (Hara Kuning) yang di temukan di Bunuk Tenuar Liwa terpahat nama raja di daerah Lampung yang pertama kali ditemukan pada prasasti. Prasasti ini terkait dengan Kerajaan Sekala Brak kuno yang masih dikuasai oleh Buay Tumi. Prof. Dr. Louis-Charles Damais dalam buku Epigrafi dan Sejarah Nusantara yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, 1995, halaman 26-45, diketahui nama Raja yang mengeluarkan prasasti ini tercantum pada baris ke-7, menurut pembacaan Prof. Damais namanya adalah Baginda Sri Haridewa.
Berdasarkan Warahan dan Sejarah yang disusun didalam Tambo, dataran Skala Brak yang pada awalnya dihuni oleh suku bangsa Tumi ini mengagungkan sebuah pohon yang bernama Belasa Kepampang atau nangka bercabang karena pohonnya memiliki dua cabang besar, yang satunya nangka dan satunya lagi adalah sebukau yaitu sejenis kayu yang bergetah. Keistimewaan Belasa Kepampang ini bila terkena cabang kayu sebukau akan dapat menimbulkan penyakit koreng atau penyakit kulit lainnya, namun jika terkena getah cabang nangka penyakit tersebut dapat disembuhkan. Karena keanehan inilah maka Belasa Kepampang ini diagungkan oleh suku bangsa Tumi.
Dalam bukunya Masyarakat Dan Adat Budaya Lampung, menurut Prof. Hilman Hadikusuma sekitar abad ke-12 daerah skala brak dan danau ranau sudah dihuni oleh suku tumi yang dipimpin oleh Ratu sekar muong, kelompok ini memuja sejenis pohong nangka bercabang, yang disebut melasa Kepampang. Mereka menganut animisme bhairawa, di daerah tanjung meneng yang terletak disebelah timur kenali terdapat batu bercabang dua yang disebut batu kepampang. Terletak dalam berisan batu besar yang melingkar segi empat. Tak jauh dari sini terdapat batu besar yang disebut rakyat “batu begur”. Di Sukaupun terdapat batu bertulis tahun saka 966. Sementara dalam tulisan Melawat Ke Sriwidjaja, yang mengutip buku Tiongkok Kuno-nya Groeneveldt, tahun 454 dan 464 M tersebut sebuah kerajaan bernama kendali. Tiap tahun, hingga abad ke-6 mereka membawa emas dan perak ke Cina. Menurut pendapat L.C.Westenenk, nama Kendali bisa dihubungkan dengan Kenali yang dalam perkembangan selanjutnya merupakan Ibu negeri Buay Belunguh di Belalau. Peneliti sejarah belanda lain, Latterlijk, Mengatakan Skala Brak itu berasal dari kata sekala dan bekhak, sekala adalah nama sebuah pohom puar (puar Lako) yang buahnya dapat digunakan untuk mengasami sayur (gulai), sedangkan bekhak dalam bahasa Lampung berarti lebar atau besar. Diungkapkannya pula, pemimpin dan rakyat dari Skala Brak itulah yang disebut orang Tumi. Letterlijk melemparkan teka-teki: apakah kata Tumi itu ada hubungannya dengan orang atau suku tamil di India? Berdasarkan kepercayaannya yang dianut dan aksara yang terdapat dalam prasasti yang ditinggalkan, tumi dan Tamil, punya kemiripan.
Ada empat orang raja dari Pagaruyung (Minagkabau) yang menyebarkan agama islam. Mereka adalah Umpu Belunguh, Umpu Pernong, Umpu Bejalan Diway, Umpu Nyerupa.”Umpu” berasal dari kata “Ampu”. Dan “Ampu” ini tertulis di batu pagaruyung yang bertahun 1358 M. “Ampu Tuan” ialah sebutan bagi anak-anak raja (Prina) di Minangkabau. Di sekala brak mereka bertemu Sibulan, yang kemudian menyertai mereka menaklukkan suku Tumi. Keempat Umpu itu, setibanya di skala brak pun mendirikan sebuah perserikatan bernama Paksi Pak (Empat serangkai). Mulai saat itu, berkembanglah Islam di skala brak. Dan penduduk yang tidak mau memeluk islam melarikan diri ke-arah pesisir Krui, menyeberang ke Jawa, dan ke Sumatra selatan. Langkah brilian yang diambil oleh ke-empat umpu juga menebang kayu pujaan dan dijadikan “Pepadun” .
Kesepakatan keempat kepaksian untuk tetap eksis sampai akhir zaman, dan memiliki ciri sebagai symbol dalam lambang dari masing paksi:
1. UMPU NYERUPA : Sekam tetap haga jadi raja sampai akhir jaman, lamon nyawa khik lamon jelma (Lambang ni Kenui Bahuta/ Elang Bahuta)
2. UMPU PERNONG : Sekam tetap haga jadi raja sampai akhir jaman, jadi pemimpin cerdik pandai (Lambang ni kijang melipit tebing)
3. UMPU BELUNGUH : Sekam tetap haga jadi raja sampai akhir jaman khik kaya (Lambang ni pakhku sukha)
4. UMPU BEJALAN DIWAY : Sekam tetap haga jadi raja sampai akhir jaman khik berdikari ( lambang ni cambai mak bejunjungan)
Setelah skala brak ditaklukkan, maka daerah tersebut dibagi empat, kemudian diperintah oleh Paksi Pak. Paksi Pak kemudian dipecah lagi menjadi marga-marga. Dan masing-masing marga memperkuat dengan besluit-besluit (ketetapan) Raadmarga, yang kemudian secara keseluruhan merupakan Kewedanaan Krui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar